.
Kakek Imran adalah seorang petani miskin di desanya. Kakek yang telah berusia 60 tahun itu, hanya hidup sendiri selama 30 tahun. Istri yang sangat dicintainya meninggal dunia di usia 27 tahun akibat terkena penyakit lumpuh layu dan saat itu mereka belum memiliki anak.
Sewaktu masih bayi, Kakek menemukan bayi di depan
rumahnya saat hendak menuju masjid untuk melaksanakan shalat subuh. Kakek Imran
yang terkejut melihat keberadaan bayi itu pun, langsung menggendong bayi
tersebut dari keranjangnya. Kakek langsung berlari membawa bayi itu ke RT
setempat. Bayi itupun untuk sementara diberikan pada RT tersebut.
Setelah di data dan dipantau oleh polisi, ternyata di
desa itu tidak ada orangtua yang kehilangan anak atau pun ada orangtua yang
tega membuang anaknya. Mendengar kabar itu, Kakek khawatir, bayi itu akan
terlantar nantinya. Akhirnya, Kakek kembali ke rumah RT dan bermaksud meminta
bayi yang ia temukan untuk tinggal dan dirawat olehnya.
Kakek :
Pak, tolong izinkan saya merawat bayi ini. Biarkan saya yang bertanggung atas semua.
Pak RT :
Apa bapak yakin? Bapak saja hanya hidup sendiri, bukankah akan merepotkan
sekali bila bapak harus merawat bayi ini sendiri?
Kakek :
Tidak, pak. Tidak. Saya sangat yakin dan ikhlas merawat bayi ini walaupun hanya
sendiri. Tolong pak, izinkan saya merawat bayi ini.
Saat itu, pak RT ragu atas permintaan Kakek, dengan
kondisi Kakek yang telah berusia lanjut, hidup sendiri, dan kehidupannya pun
sangat amat sederhana. Kakek hanya bekerja sebagai penjual buah kelapa, sabut
kelapa dan sapu lidi. Uang yang ia dapatkan pun tidak banyak. Bagaimana bisa
pak RT mengiyakan permintaan Kakek?
Kakek memaksakan diri agar bayi itu dirawat saja olehnya.
Pak RT pun akhirnya memberikan bayi itu dan uang sebanyak 1 juta untuk membeli
semua perlengkapan bayi, susu, bubur dan lain-lain.
Bayi itu diberi nama Virgo Darmawan. Kakek tampak tulus dan
teliti merawatnya. Walaupun dari segi fisik rasanya tidak mungkin, tapi itulah
kenyataannya.
Virgo tumbuh dengan sehat. Setiap minggunya, Kakek berbelanja
ke pasar untuk membeli ayam, kentang, wortel, tomat dan bahan yang lain untuk
membuat sup. Kakek sengaja mengumpulkan uang agar setiap seminggu sekali dapat
membeli bahan-bahan sup tersebut.
Kini, 6 tahun sudah usia Virgo. Anak tanpa orangtua yang
dulu masih bayi, yang tidak mengetahui apa-apa, sedikit banyaknya telah
mengerti dan memahami dunia.
Herannya, sampai saat ini ia tidak pernah mencari dan
menanyakan pada Kakek, dimana orangtuanya. Karna menurutnya, Kakek sudah cukup membuatnya
merasakan kasih sayang dari orangtua yang sesungguhnya.
Saat Virgo sedang duduk melamun, Kakek memanggilnya. “Virgo,
ke sini sebentar,nak.”
Virgo yang sedang duduk dibangku depan rumahnya pun
langsung bergegas menghampiri Kakek. Sambil menepuk-nepuk kotoran dicelananya,
ia bertanya, “Iya, kek?”.
Virgo memanggil
Kakek karena sejak ia berusia satu tahun, Kakek telah mengajarkan dan
membiasakan Virgo untuk memanggilnya Kakek.
“Cucu kakek teman-temannya lagi sekolah ya?” tanya Kakek
sambil mengusap kepala Virgo.
“Iya, Kek. Ada apa? Apa Kakek ada perlu dengan mereka?”
tanya Virgo lagi pada Kakek.
“Tidak. Kakek hanya ingin bertanya kepadamu. Apa kau
ingin bersekolah juga? Kakek akan megusahakan semua.” Kata Kakek masih dengan
tangan di kepala Virgo.
“Tidak, Kek. Virgo tidak ingin sekolah. Virgo mengerti
dengan keadaan kita seperti ini rasanya tidak mungkin Kakek dapat memenuhi
kelengkapan sekolah Virgo nanti. Untuk makan saja kita susah Kek, apalagi
ditambah dengan biaya sekolahku nanti.” Kakek tercengang seketika. Rasanya
tidak mungkin anak seusia itu dapat berbicara setegas itu. Dengan rasa terharu
setelah mendengar kata-kata Virgo, Kakek langsung memeluk Virgo.
“Maafkan Kakek cucuku. Kakek tidak dapat
menyekolahkanmu.” Air mata Kakek pun berlinang.
“Tidak apa-apa, Kek. Virgo masih bisa belajar dari Kakek.
Kakek bisa mengajarkan Virgo mengenal huruf, warna, berhitung, mengaji dan
membaca.” Tambah Virgo lagi menambah keharuan Kakek.
“Pasti cucuku. Dengan segala kemampuan Kakek, Kakek akan
membuatmu pintar, nak. Kakek berjanji.”
“Iya, Kek. Virgo percaya itu.” Virgo pun memeluk Kakek
dengan erat.
Setelah berusia 11 tahun, desa itu kedatangan para
psikolog dan guru dari sekolah-sekolah ternama di Jakarta, dengan tujuan
sekolah gratis. Semua anak-anak dari usia 6 sampai 11 tahun pun dikumpulkan.
Yang belum dapat mengenal huruf, angka, membaca dan menulis, ada ruang
tersendiri. Yang telah dapat menulis dan membaca, akan diadakan tes IQ. Di
dalam tes tersebut, ada perintah untuk membuat gambar di kertas yang kosong.
Hanya dapat menggambar satu unsur.
Karena Virgo telah dapat menulis dan membaca, ia pun
mengikuti tes IQ tersebut. Virgo menggambarkan sebatang pohon kelapa serta
buahnya. Ketika waktu telai usai, para psikolog pun memeriksa hasilnya.
Setelah diperiksa, ternyata psikolog tertarik dengan
gambar Virgo. Psikolog itu pun menemui Virgo dan menanyakan alasan Virgo
mengapa membuat gambar sebatang pohon kelapa itu.
Alasannya adalah semua yang ada pada pohon kelapa
bermanfaat. Mulai dari daun, dapat menghasilkan lidi, dari buah dapat menghasilkan
santan, dan airnya dapat di minum, dapat juga dibuat minyak, batok kelapa dapat
menjadi arang untuk memasak, dari kulit dapat dibuat sabut dan lain-lainnya.
Alasan Virgo pun sangat amat masuk akal. Dan dari hasil
jawaban dari tes IQ yang lainnya, Virgo ternyata memiliki hasil IQ yang tinggi.
Yaitu 130.
Selama ada sekolah gratis, pelajaran kelas 6 SD dapat
ditanggap oleh Virgo. Virgo selalu mengikuti pelajaran dengan baik. Virgo
dinyatakan sebagai anak yang rajin, pintar dan cerdas oleh para guru. Salah
seorang Kepala sekolah yang melihat kemampuan Virgo pun langsung menawarkan
Virgo untuk bersekolah di kota dengan beasiswa tahun depan.
Setahun kemudian, sesuai dengan janji kepala sekolah
tersebut, Virgo masuk disalah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di Jakarta.
Virgo melewati beberapa tes dan ‘lulus’. Setelah kembali pulang dari kota,
dengan bangga Virgo berlari sekencang-kencangnya untuk menemui dan memberi
kabar gembira ini pada Kakeknya. Dari kejauhan, terlihat warga yang berjalan menuju
rumah Virgo dan Kakeknya. Virgo pun berhenti berlari dan memutuskan untuk
berjalan. Virgo berjalan seperti kebingungan dan ragu. Ingin bertanya, tapi ia
takut dan terus melanjutkan langkahnya. Tiba-tiba 10 meter dari rumahnya,
tampak bendera kuning mengibar. Tubuh Virgo lemas tak berdaya, ia pun menangis
dan berteriak menuju rumahnya.
Ia pun melihat sesosok jenazah terbaring dengan ditutupi
kain. Ia terus menerus menangis. Tak sanggup berjalan. Ia memegangi kusen pintu
rumah. Dan salah seorang ibu memeluk Virgo dengan berlinangan air mata.
“Sabar ya, Nak. Semua sudah di atur oleh yang kuasa.”
Kata si ibu sambil terus memeluk Virgo. “Ibu. Apa itu Kakekku?” kata Virgo yang
lemas dan suara terisak-isak. “Iya, nak. Benar. Itu Kakek kamu.”
Virgo langsung melepas tangan ibu itu dan berlari ke
samping jenazah Kakeknya. “Kakeeekkkk!!!! Kenapa Kakek pergi! Kenapa Kakek
ninggalin Virgo sendiri, Kek! Kenapa, Kek! Apa Kakek gak sayang sama Virgo
lagi? Apa Virgo yang bikin Kakek pergi! Virgo lulus, Kek! Virgo lulus disekolah
Virgo yang baru. Kenapa Kakek pergi disaat Virgo mau bahagiain Kakek?” ungkap
Virgo terisak-isak, ia terus menerus berteriak, memeluk Kakeknya dengan
berlinangan air mata. Ia sangat terpukul sekali. Kakek dan keluarga
satu-satunya itu telah pergi selama-lamanya dan meninggalkannya sendiri.
“Kakekk. Sama siapa lagi Virgo bakal tinggal disini, Kek?
Virgo sendiri, Kek. Siapa yang akan ngajarin Virgo lagi, Kek. Siapa yang bakal
semangatin Virgo disaat Virgo lemah, Kek. Siapa yang buatin sup kesukaan Virgo
lagi, Kek. Siapa? Ya, Allah. Kakekku! Kakek aku sudah tidak ada ya Allah. Siapa
yang akan menemaniku.”
Semua orang yang menyaksikan pun tak bisa menahan air
mata. Sampai salah seorang Ibu yang dekat dengannya pun mencoba menenangkan
Virgo. Memeluknya dan menyuruh Virgo untuk beristighfar. Sabar ya, Nak. Kakekmu
akan tenang disana. Do’akan dia, Nak. Ibu yakin, dia bangga memiliki cucu
sepertimu.
Virgo pun mengusap air matanya, mencium pipi sang Kakek
dan ikut membacakan surat Yasin disamping jenazah Kakeknya.
Ketika menyalatkan jenazah, Virgolah yang menjadi imam.
Ia telah mendapat bekal dari Kakek yang sangat ia cintai dan banggakan itu.
Akhirnya kini, Virgo diangkat menjadi anak oleh salah
satu guru dari sekolahnya saat ini. Dan sampai kelulusannya dari SMP, ia
tercatat sebagai siswa berprestasi.