Minggu, 10 November 2013

YATIM PIATU



    .
      
     
     Kakek Imran adalah seorang petani miskin di desanya. Kakek yang telah berusia 60 tahun itu, hanya hidup sendiri selama 30 tahun. Istri yang sangat dicintainya meninggal dunia di usia 27 tahun akibat terkena penyakit lumpuh layu dan saat itu mereka belum memiliki anak.
     Sewaktu masih bayi, Kakek menemukan bayi di depan rumahnya saat hendak menuju masjid untuk melaksanakan shalat subuh. Kakek Imran yang terkejut melihat keberadaan bayi itu pun, langsung menggendong bayi tersebut dari keranjangnya. Kakek langsung berlari membawa bayi itu ke RT setempat. Bayi itupun untuk sementara diberikan pada RT tersebut.
     Setelah di data dan dipantau oleh polisi, ternyata di desa itu tidak ada orangtua yang kehilangan anak atau pun ada orangtua yang tega membuang anaknya. Mendengar kabar itu, Kakek khawatir, bayi itu akan terlantar nantinya. Akhirnya, Kakek kembali ke rumah RT dan bermaksud meminta bayi yang ia temukan untuk tinggal dan dirawat olehnya.
Kakek     : Pak, tolong izinkan saya merawat bayi ini. Biarkan saya yang   bertanggung  atas semua.
Pak RT   : Apa bapak yakin? Bapak saja hanya hidup sendiri, bukankah akan merepotkan sekali bila bapak harus merawat bayi ini sendiri?
Kakek     : Tidak, pak. Tidak. Saya sangat yakin dan ikhlas merawat bayi ini walaupun hanya sendiri. Tolong pak, izinkan saya merawat bayi ini.
     Saat itu, pak RT ragu atas permintaan Kakek, dengan kondisi Kakek yang telah berusia lanjut, hidup sendiri, dan kehidupannya pun sangat amat sederhana. Kakek hanya bekerja sebagai penjual buah kelapa, sabut kelapa dan sapu lidi. Uang yang ia dapatkan pun tidak banyak. Bagaimana bisa pak RT mengiyakan permintaan Kakek?
     Kakek memaksakan diri agar bayi itu dirawat saja olehnya. Pak RT pun akhirnya memberikan bayi itu dan uang sebanyak 1 juta untuk membeli semua perlengkapan bayi, susu, bubur dan lain-lain.
     Bayi itu diberi nama Virgo Darmawan. Kakek tampak tulus dan teliti merawatnya. Walaupun dari segi fisik rasanya tidak mungkin, tapi itulah kenyataannya.
Virgo tumbuh dengan sehat. Setiap minggunya, Kakek berbelanja ke pasar untuk membeli ayam, kentang, wortel, tomat dan bahan yang lain untuk membuat sup. Kakek sengaja mengumpulkan uang agar setiap seminggu sekali dapat membeli bahan-bahan sup tersebut.
Kini, 6 tahun sudah usia Virgo. Anak tanpa orangtua yang dulu masih bayi, yang tidak mengetahui apa-apa, sedikit banyaknya telah mengerti dan memahami dunia.
Herannya, sampai saat ini ia tidak pernah mencari dan menanyakan pada Kakek, dimana orangtuanya. Karna menurutnya, Kakek sudah cukup membuatnya merasakan kasih sayang dari orangtua yang sesungguhnya.
Saat Virgo sedang duduk melamun, Kakek memanggilnya. “Virgo, ke sini sebentar,nak.”
Virgo yang sedang duduk dibangku depan rumahnya pun langsung bergegas menghampiri Kakek. Sambil menepuk-nepuk kotoran dicelananya, ia bertanya, “Iya, kek?”.
 Virgo memanggil Kakek karena sejak ia berusia satu tahun, Kakek telah mengajarkan dan membiasakan Virgo untuk memanggilnya Kakek.
“Cucu kakek teman-temannya lagi sekolah ya?” tanya Kakek sambil mengusap kepala Virgo.
“Iya, Kek. Ada apa? Apa Kakek ada perlu dengan mereka?” tanya Virgo lagi pada Kakek.
“Tidak. Kakek hanya ingin bertanya kepadamu. Apa kau ingin bersekolah juga? Kakek akan megusahakan semua.” Kata Kakek masih dengan tangan di kepala Virgo.
“Tidak, Kek. Virgo tidak ingin sekolah. Virgo mengerti dengan keadaan kita seperti ini rasanya tidak mungkin Kakek dapat memenuhi kelengkapan sekolah Virgo nanti. Untuk makan saja kita susah Kek, apalagi ditambah dengan biaya sekolahku nanti.” Kakek tercengang seketika. Rasanya tidak mungkin anak seusia itu dapat berbicara setegas itu. Dengan rasa terharu setelah mendengar kata-kata Virgo, Kakek langsung memeluk Virgo.
“Maafkan Kakek cucuku. Kakek tidak dapat menyekolahkanmu.” Air mata Kakek pun berlinang.
“Tidak apa-apa, Kek. Virgo masih bisa belajar dari Kakek. Kakek bisa mengajarkan Virgo mengenal huruf, warna, berhitung, mengaji dan membaca.” Tambah Virgo lagi menambah keharuan Kakek.
“Pasti cucuku. Dengan segala kemampuan Kakek, Kakek akan membuatmu pintar, nak. Kakek berjanji.”
“Iya, Kek. Virgo percaya itu.” Virgo pun memeluk Kakek dengan erat.
Setelah berusia 11 tahun, desa itu kedatangan para psikolog dan guru dari sekolah-sekolah ternama di Jakarta, dengan tujuan sekolah gratis. Semua anak-anak dari usia 6 sampai 11 tahun pun dikumpulkan. Yang belum dapat mengenal huruf, angka, membaca dan menulis, ada ruang tersendiri. Yang telah dapat menulis dan membaca, akan diadakan tes IQ. Di dalam tes tersebut, ada perintah untuk membuat gambar di kertas yang kosong. Hanya dapat menggambar satu unsur.
Karena Virgo telah dapat menulis dan membaca, ia pun mengikuti tes IQ tersebut. Virgo menggambarkan sebatang pohon kelapa serta buahnya. Ketika waktu telai usai, para psikolog pun memeriksa hasilnya.
Setelah diperiksa, ternyata psikolog tertarik dengan gambar Virgo. Psikolog itu pun menemui Virgo dan menanyakan alasan Virgo mengapa membuat gambar sebatang pohon kelapa itu.
Alasannya adalah semua yang ada pada pohon kelapa bermanfaat. Mulai dari daun, dapat menghasilkan lidi, dari buah dapat menghasilkan santan, dan airnya dapat di minum, dapat juga dibuat minyak, batok kelapa dapat menjadi arang untuk memasak, dari kulit dapat dibuat sabut dan lain-lainnya.
Alasan Virgo pun sangat amat masuk akal. Dan dari hasil jawaban dari tes IQ yang lainnya, Virgo ternyata memiliki hasil IQ yang tinggi. Yaitu 130.
Selama ada sekolah gratis, pelajaran kelas 6 SD dapat ditanggap oleh Virgo. Virgo selalu mengikuti pelajaran dengan baik. Virgo dinyatakan sebagai anak yang rajin, pintar dan cerdas oleh para guru. Salah seorang Kepala sekolah yang melihat kemampuan Virgo pun langsung menawarkan Virgo untuk bersekolah di kota dengan beasiswa tahun depan.
Setahun kemudian, sesuai dengan janji kepala sekolah tersebut, Virgo masuk disalah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di Jakarta. Virgo melewati beberapa tes dan ‘lulus’. Setelah kembali pulang dari kota, dengan bangga Virgo berlari sekencang-kencangnya untuk menemui dan memberi kabar gembira ini pada Kakeknya. Dari kejauhan, terlihat warga yang berjalan menuju rumah Virgo dan Kakeknya. Virgo pun berhenti berlari dan memutuskan untuk berjalan. Virgo berjalan seperti kebingungan dan ragu. Ingin bertanya, tapi ia takut dan terus melanjutkan langkahnya. Tiba-tiba 10 meter dari rumahnya, tampak bendera kuning mengibar. Tubuh Virgo lemas tak berdaya, ia pun menangis dan berteriak menuju rumahnya.
Ia pun melihat sesosok jenazah terbaring dengan ditutupi kain. Ia terus menerus menangis. Tak sanggup berjalan. Ia memegangi kusen pintu rumah. Dan salah seorang ibu memeluk Virgo dengan berlinangan air mata.
“Sabar ya, Nak. Semua sudah di atur oleh yang kuasa.” Kata si ibu sambil terus memeluk Virgo. “Ibu. Apa itu Kakekku?” kata Virgo yang lemas dan suara terisak-isak. “Iya, nak. Benar. Itu Kakek kamu.”
Virgo langsung melepas tangan ibu itu dan berlari ke samping jenazah Kakeknya. “Kakeeekkkk!!!! Kenapa Kakek pergi! Kenapa Kakek ninggalin Virgo sendiri, Kek! Kenapa, Kek! Apa Kakek gak sayang sama Virgo lagi? Apa Virgo yang bikin Kakek pergi! Virgo lulus, Kek! Virgo lulus disekolah Virgo yang baru. Kenapa Kakek pergi disaat Virgo mau bahagiain Kakek?” ungkap Virgo terisak-isak, ia terus menerus berteriak, memeluk Kakeknya dengan berlinangan air mata. Ia sangat terpukul sekali. Kakek dan keluarga satu-satunya itu telah pergi selama-lamanya dan meninggalkannya sendiri.
“Kakekk. Sama siapa lagi Virgo bakal tinggal disini, Kek? Virgo sendiri, Kek. Siapa yang akan ngajarin Virgo lagi, Kek. Siapa yang bakal semangatin Virgo disaat Virgo lemah, Kek. Siapa yang buatin sup kesukaan Virgo lagi, Kek. Siapa? Ya, Allah. Kakekku! Kakek aku sudah tidak ada ya Allah. Siapa yang akan menemaniku.”
Semua orang yang menyaksikan pun tak bisa menahan air mata. Sampai salah seorang Ibu yang dekat dengannya pun mencoba menenangkan Virgo. Memeluknya dan menyuruh Virgo untuk beristighfar. Sabar ya, Nak. Kakekmu akan tenang disana. Do’akan dia, Nak. Ibu yakin, dia bangga memiliki cucu sepertimu.
Virgo pun mengusap air matanya, mencium pipi sang Kakek dan ikut membacakan surat Yasin disamping jenazah Kakeknya.
Ketika menyalatkan jenazah, Virgolah yang menjadi imam. Ia telah mendapat bekal dari Kakek yang sangat ia cintai dan banggakan itu.
Akhirnya kini, Virgo diangkat menjadi anak oleh salah satu guru dari sekolahnya saat ini. Dan sampai kelulusannya dari SMP, ia tercatat sebagai siswa berprestasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Visitor