Rabu, 16 November 2016

TULISAN II ( Pengantar Bisnis Informatika )

Pengalaman Bertoleransi

Saat ini saya adalah mahasiswi tingkat akhir di Universitas Gunadarma, fakultas Teknologi Industri, jurusan Teknik Informatika. Disini saya akan sedikit banyak menceritakan pengalaman saya di masa SMA hingga sekarang. Saat masih duduk di bangku sekolah, saya memiliki banyak teman yang berbeda keyakinan, salah satunya teman sekelas saya, sebut saja namanya Ana.

Ana adalah pemeluk agama Kristen Katolik. Yang membuat saya kagum pada Ana adalah kepribadiannya yang sangat unik. Ana adalah anak yang rajin, pintar, tekun dan selalu dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu bahkan lebih cepat dari yang lain. Dengan kepribadian itu pula Ana seringkali mendorong teman – teman sepermainannya untuk belajar, belajar dan belajar walaupun  jika sedang diluar sekolah.

Ana sering membantu saya mengerjakan pekerjaan rumah atau soal – soal latihan disekolah jika saya mengalami keslitan. Saya akui, saya sangat lemah dalam hitungan, dan Ana selalu membantu saya. Tidak hanya saya, siapapun yang meminta tolong pada Ana, Ana akan selalu bias membantu selama dia mampu.

Suatu hari, saya sangat terkejut dengan ucapannya yang membuat saya tersinggung. Saat itu, guru ekonomi kami sedang mengadakan ulangan dan saya duduk tepat didepan Ana. Saya tidak sengaja melihat kertas Ana untuk memastikan soal acak nomor mana saja yang dibagikan guru kami. Mungkin Ana mengira saya akan melihat jawaban miliknya sehingga saat saya ingatkan, “Na, jangan tulis nomor acak tetapi tulis nomor secara berurutan.” Ana mengatakan dengan tidak acuh bahwa biarkan dia melakukan apa yang dia inginkan, “toh, ini punya saya, bukan kamu.” Sejak saat itu sampai keesokan harinya, saya tidak ingin berbicara kepada Ana sepatah katapun karena merasa bersalah atas tindakan saya melihat kertas milik orang lain tanpa ijin.

Di kemudian hari, Ana kembali berkata dengan nada tinggi kepada saya karena saya tidak sengaja menjatuhkan kotak pensilnya karena isi yang berhamburan keluar. Saya langsung membereskan dan meminta maaf pada Ana. Bukan kesal, saya justru menjadi sangat hati – hati setelahnya. Saya tidak pernah menyimpan rasa kesal pada Ana, apalagi karena status keyakinan yang berbeda.

Pada jam istirahat, saya membeli makanan ke kantin dan kembali ke kelas. Saya melihat Ana hanya menulis gambar – gambar yang saya piker hanya gambar ‘iseng’ karena bosan. Aku menghampiri Ana dan menanyakan apa yang dia lakukan, dan mengapa tidak membeli makan siang. Ana mengatakan bahwa dia sedang tidak membawa uang jajan. Saya menawarkan makanan saya dan kami makan bersama.

Keesokan harinya, Ana menghampiri bangku saya dan mengatakan bahwa dia ingin meminjam handphone saya menelpon ibunya untuk mengatakan bahwa pakaian olahraganya tertinggal dan meminta tolong untuk diantarkan. Karena, konsekuensinya adalah jika tidak memakai seragam olahraga, tidak diperkenankan untuk memasuki lapangan dan dianggap mendapat nilai 0 pada praktik hari ini.

Ana sangat berterima kasih pada saya, dan saya dengan senang hati membantu Ana. Saya memaklumi dan menghargai kata-kata Ana pada saat ulangan kemarin, karena saya merasa itu adalah kesalahan saya mengapa saya melihat kertas milik orang lain tanpa ijin.

Saya sering shalat ke mushola di sekolah dengan ditemani Ana. Ana sangat menghormati agama Islam. Saat saya shalat, Ana menunggu saya di depan mushola. Dan hampir setiap hari. Ana juga sering mengingatkan shalat jika saya lupa.

Hari – hari selanjutnya, pertemanan saya dan Ana semakin baik. Saya sangat menghargai apapun yang dilakukan Ana, dan sebaliknya, Ana juga sangat menghargai saya.

Saya tidak mengerti mengapa masih banyak orang – orang diluar sana yang membeda – bedakan agama. Saya pikir, keyakinan yang berbeda, bahasa yang berbeda adat yang berbeda, budaya yang berbeda, tidak akan bias membuat kita terpisah seperti symbol Negara Indonesia ‘Bhineka Tunggal Ika’ yang berbunyi, berbeda – beda tetapi tetap satu.

Kita mengenal Pendidikan Kewarganegaraan ( PKN ) dari sejak kita duduk dibangku Sekolah Dasar. Tentunya disana kita mempelajari tentang bagaimana kehidupan ber-kewarganegaraan yang baik. Sejak saat itu pula, saya mengerti bahwa perbedaan tidak pernah membeda – bedakan antara satu dan lainnya. Kita harus saling membantu, saling bertukar pikiran, saling menghormati dan saling menghargai termasuk toleransi.

Maka dari itu, janganlah kita saling menjelekkan satu sama lain atas dasar perbedaan. Pintarlah dalam berpendapat dan bijaklah dalam meyelesaikan masalah jika sedang mengalami masalah – masalah menyangkut perbedaan agama. Tidak ada agama yang salah.

 Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca pengalaman singkat saya. Saya berharap, toleransi – toleransi umat manusia beragama di dunia khususnya Indonesia, akan selalu dijaga, terlebih terhadap perbedaan keyakinan kita.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Visitor